Senin, 26 April 2010

The Origin of life

EPILOG

Sampai saat ini belum ada seorang ilmuwan pun yang berhasil memecahkan masalah bagaimana asal-usul kehidupan di bumi ini. Banyak teori atau paham-paham yang dikemukakan oleh ilmuwan mengenai masalah tersebut, tetapi semuanya belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan.

Sebenarnya sudah sejak zaman Yunani Kuno manusia berusaha memberikan jawaban terhadap masalah asal usul kehidupan tersebut. Namun, jawaban itu umumnya hanya berupa dongeng atau mitos saja. Berikut ini dikemukakan beberapa teori tentang asal usul makhluk hidup.

* TEORI ABIOGENESIS

Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati.

Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.

Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut ? Menurut pengzanut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab itu, paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontaneae.

Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, mak pendapat paham tersebut adalah makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan, misalnya :

  1. ikan dan katak berasal dari Lumpur.
  2. Cacing berasal dari tanah, dan
  3. Belatung berasal dari daging yang membusuk.

Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (Ratusan Tahun Sebelum Masehi) hingga pertengahan abad ke-17.

Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati benda-benda aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka

* TEORI BIOGENESIS

Walaupun telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham abiogenesis. Orang –orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis tersebut terus mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang asal usul kehidupan. Orang-orang yang tidak puas terhadap pandangan Abiogenesis itu antara lain Francesco Redi (Italia, 1626-1799), dan Lazzaro Spallanzani ( Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895). Beredasarkan hasil penelitian dari tokoh-tokoh ini, akhirnya paham Abiogenesis / generation spontanea menjadi pudar karena paham tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

a) Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)

Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya adalah sebagai berikut :

· Stoples I : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.

· Stoples II :diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.

· Stoples III : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.

Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples tersebut diamati.

Danhasilnya sebagai berikut:

· Stoples I : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.

· Stoples II : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relative sedikit.

B) percobaan Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799)

Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani juga menyangsikan kebenaran paham abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna.

Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu. Adapun percoban yang yang dilakukan Spallanzani selengkapnya adalah sebagai berikut :

· Labu I : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.

· Labu II : diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar. Selanjutnya, labu dipanaskan.selanjutnay, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu tersebut.

Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :

· Labu I : air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.

· Labu II : air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada didalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan diudara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba darimudara ke dalam air kaldu tersebut.

Pendukung paham Abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen Lazzaro Spallanzani tersebut. M,enurut mereka untuk terbentuknya mikroba (makhluk hidup) dalam air kaldu diperlukan udara. Dengan pengaruh udara tersebut terjadilah generation spontanea.

c) Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)

Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis. Pasteur melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai berikut :

· Langkah I : labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.

· Langkah II : selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.

· Langkah III : labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.

Melaui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.

Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.

Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai kepern\mukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk. Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi akeruh, karena adanya pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidak benaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yangmenyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.

Berdasarkan hasil percobaan Redi, Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :

  1. omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
  2. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
  3. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.

Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali terjawab.

Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan yang dikembangkan pleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
  2. Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di planet ini berasal dari mana saja.
  3. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan hukum Fisika Kimia.
  4. Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.

TEORI EVOLUSI KIMIA

Ketidakpuasan para Ilmuwan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh teori Abiogenesis maupun Biogenesis mendorong para Ilmuwan lain untuk terus mengadakan penelitian tentang asal usul kehidupan. Antara pakar-pakar tersebut antara lain :

Harold Urey, Stanley Miller, dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain.

Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya sangat berbeda denagn keadaan pada saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000oC. pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta abeberapa unsur logam mengembun membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah.

Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn kondisi saat ini. Gas-gas ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon (Ar) lepas meninggalkan bumi akrena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya. Dia atmosfer juga terbentuk senaywa-senyawa sederhana yang mengandung unsure-unsur tersebut, seperti uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk uap dan tertahan dilapisan atas atmosfer. Ketuika suhu atmosfer turun sekitar 100oC terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun, kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena teredianya zat (materi) dan energi yang berlimpah.

Timbul pertanyaan, bagaimana proses terjadinya kehidupan dibumi ini ? Pwertanyaan inilah yang mendorong beberapa Ilmuwan untuk mengemukakan pendapat serta melakukan experiment. Di antara Ilmuwan tersebut antara lain Harold Urey dan Stanley Miller.

A) Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)

Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.

Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut didukung kondisi sebagai berikut :

a) kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi

b) kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,

c) kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling secerhana yang susunan kimianay dapat disamakan dengan susunan kimia virus, dan

d) kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).

B) Eksperimen Stanley Miller

Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.

Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.

Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bila dalam perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan. Lembaga penelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.

Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.

Eksperimen Miller dapat memberikan petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnya semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnya membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.

TEOI EVOLUSI BIOLOGI

Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life(Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung dilautan.

Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.

Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop Primordial.

Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :

A. memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat disekelilingnya;

B. memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;

C. memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;

D. mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.

Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.

Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai berikut :

Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.

Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnay. Denagndemikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah untuk proses biokimia.

Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan mnghasilkan sel primitif.

Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.

Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh paar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan yang membantah tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi awal terbentuknya organisme hidup.

Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak pendukungnya, namun baru teori evolusi kimia yang telah dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental.

Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar, tetapi belum mampu menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi ini pertama kali muncul. Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak hanya menyangkut masalah replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan biologis saja, tetapi juga menyangkut masalah kehidupan rohani. Tentang teori asal usul kehidupan yang menyatakan organisme pertamakali terbentuk dilautan bisa dipahami dari sudut biologi, karena molekul-molekul organik yang merupakan sop purba itu tertumpuk dilaut.

Rabu, 14 April 2010

Perjalanan Science Membuka “Pikiran” Tuhan

Pada tahun 1633 seorang astronom berusia lanjut asal italia, Galileo Galilei, dibawa ke hadapan pengadilan roma, diadili, dituduh murtad, dan dihukum menghabiskan sisa hidupnya di penjara.
Kejahatan Galileo? Ia menerapkan gagasan, yang seabad sebelumnya telah dikemukakan astronom besar Katolik, Nicolaus Copernicus, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya. Malah sebaliknya, kata Galileo, mataharilah yang berada di pusat, dan bumi hanyalah salah satu dari banyak planet yang berputar megelilinginya.
Gagasan ini dianggap berlawanan dengan posisi yang diambil dari Kitab Suci. Galileo dipaksa mengingkari pandangannya di depan publik, dan bukunya yang berisi gagasan yang dianggap menyerang itu, “Dialogue Concerning the Two Chief World Systems”, dilarang.
Namun, pandangan Galileo bertahan, dan percobaan-percobaan yang teliti serta model-model matematika yang ia gunakan dalam penelitiannya untuk memaham ialam menjadi landasan bagi semua perkembangan ilmu modern berikutnya. Tiga abad kemudian, seorang fissikawan Jerman, Albert Einsten, menyebut Galileo sebagai “Bapak Sains Modern”.
Lebih dari seribu tahun sebelum Galileo, sains lebih tertarik menciptakan penjabaran yang memuaskan tentang realitas daripada mencoba melihat apakah penjabaran itu bias didukung bukti. Namun, setelah Copernicus dan Galileo, para ilmuwan mulai bersemangat mencari bukti-bukti empiris. Percobaan-percobaan pikiran member jalan bagi percobaan-percobaan fisik yang sesungguhnya, misalnya percobaan Galileo yang terkenal ketika ia menjatuhkan dua benda dari Menara Miring Pisa untuk menguji teori Aristoteles: bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat daripada benda yang lebih ringan. (Ternyata tidak begitu)
Sejak masa Galileo, pengamatan cermat para ilmuwan telah menyumbang sebuah gambaran dunia yang mirip sebuah jam mekanis yang besar. Para ilmuwan tidak banyak menggunakan gagasan-gagasan, seperti jiwa, roh atau kesadaran. Seorang filsuf dan Ahli matematika Prancis, Rene Descartes, seorang Galileo kontemporer yang pada masa kini dianggap sebagai “Bapak Filsafat Modern”, menyatakan bahwa cara terbaik memahami dunia bekerja adalah membagi eksistensi menjadi dua bagian: dunia objektif atau material, yang diatur menurut prinsip=prinsip ilmu pengetahuan, dan dunia subjektif pikiran dan jiwa, yang menjadi urusan gereja.
Descartes terutama terkenal dengan pernyataan, “aku berpikir, maka aku ada”. Namun, sebenarnya, bagian berpikir dari pernyataan itu membingungkan Descartes, dan sama membingungkannya bagi para ilmuwan berabad-abad kemudian. Bagaimana pikiran bekerja? Dari mana pikiran-pikiran kita dating? Bagaimana bagian-bagian materi fisik otak menghasilkan kesadaran? Sebagaimana dikatakan seorang fisikawan modern, John Hagelin, “Ada masalah filosofis yang mendalam tentang bagaimana Anda mendapatkan kesadaran dari seonggok daging”.
Tanpa terpengaruh pembagian realitas murni dari Descartes, akal sehat mengatakan bahwa entah bagaimana, pikiran=pikiran kita haruslah berhubungan dengan semua eksistensi lainnya. Namun, bagaimana persisnya? Jawaban-jawaban terhadap pernyataan-pernyataan ini membuka sebuah dunia baru yang sangat luas tentang kemungkinan apa yang bias kita capai dalam hidup kita, dan ini adalah bagian pokok dari buku The Answer ini.
SEBUAH DUNIA DI DALAM ATOM
Pada berbagai generasi setelah Galileo dan Descartes, Sir Isaac Newton menjelajah lebih jauh gagasan alam-sebagai-mesin, ia merinci hukum-hukum pasti yang mengatur kerja mesin itu. Semua fisika klasik, dan sebenarnya semua ilmu pengetahuan modern, telah dibangun di atas landasan yang diciptakan Newton, yang menjabarkan semesta sebagai ruang tiga dimensi yang kosong, tempat benda-benda fisik bergerak sesuai hukum-hukum yang pasti. Hukum-hukum gerak ini memungkinkan kemajuan teknologi modern, mulai dari mesin uap sederhana sampai ke wahana angkasa yang telah menganalisis contoh tanah dari mars.
Apa yang telah kita capai dengan menerapkan hukum-hukum Newton memang sungguh menakjubkan. Namun, akhirnya para ilmuwan mencapai batas dari pandangan dunia ala Newton. Ketika perangkat mereka semakin canggih, penjelajahan mereka ke dalam dunia fisik membawa mereka ke inti atom, yang terbukti memiliki sifat realitas yang sangat berbeda dengan segala sesuatu yang pernah dibayangkan Descartes atau Newton.
Pada awal abad kedua puluh, pandangan mekanistik yang teratur dan objektif tentang dunia mulai rontok. Dengan penemuan radioaktif pada akhir 1890-an, para ilmuwan mulai melihat ke dalam dunia di dalam inti atom, dan mereka terkejut menemukan bahwa di tingkat subatom, dunia fisik sama sekali tidak berperilaku seperti yang seharusnya menurut Newton. Malah sebenarnya, ternyata “atom” itu sendiri hanyalah sejenis ilusi: Semakin dekat ilmuwan melihat, semakin tidak tampak atom itu di sana.
Berasal dari Yunani kuno, kata atom berarti “unit yang tidak terbagi”. Selama abad kesembilan belas, para ilmuwan percaya bahwa seluruh semesta fisik kita terdiri atas partikel-partikel elementer ini. Namun, radioaktivitas menunjukkan bahwa ternyata atom bias dibagi-malah sebenarnya terdapat sebuah dunia baru terhadap fenomena di dalam aton, menunggu dijelajah, diukur dan dijabarkan. Ketika visi kita tentang atom terbelah, landasan fisika klasik juga turut terbelah bersamanya. Pandangan kita tentang cara dunia bekerja berada dalam suatu perubahan yang radikal.
SEGALA SESUATU ADALAH ENERGI
Ketika kita mengucapkan nama Albert Einstein, apa yang muncul di benak? Mungkin anda mengingat rambut putihnya yang lebat, atau gambar fisikawan itu yang sedang menjulurkan lidahnya. Atau mungkin anda hanya berpikir kata “jenius”. Namun, apapun gambaran yang anda miliki tentang dia, mungkin Anda juga akan memunculkan rumus “E=MC^2”. Mengapa persamaan matematika untuk sebuah teori modern ini begitu termasyur sehingga orang yang bukan ilmuwan pun segera mengenalinya ? Karena dengan persamaan yang sederhana ini, “Energi sama dengan massa dikali kecepatan cahaya pangkat dua,” Einstein meruntuhkan pemikiran yang sudah berusia berabad-abad, dan secara radikal mengubah pandangan kita tentang cara dunia bekerja. Dalam upayanya menjelaskan perilaku cahaya yang membingungkan, Einstein menemukan bahwa satu-satunya jalan keluar yang memungkinkan adalah berhenti memandang dalam kerangka kerja murni fisika Newton. Sebaliknya, ia memperkenalkan gambarannya sendiri tentang cara dunia bekerja: Teori Relativitas. Salah satu alasan mengapa gagasan Einstein begitu mengubah adalah karena untuk pertama kalinya, gagasan ini menjelaskan bagaimana energy dan materi bukan saja berkaitan, tetapi keduanya dapat diubah secara bolak-balik. Ditemukan sebuah lubang terobosan pada dinding yang selama ini memisahkan dunia materi dan energy. Sekarang, fisika klasik Newton yang serba pasti akan terpaksa menyingkir dan member ruang bagi dunia yang aneh, tidak lazim, nyaris tak terbayangkan dari fisika kuantum.
Fisika kuantum adalah kajian tentang cara dunia bekerja pada skala terkecil, di tingkat yang jauh lebih kecil dari atom. Ketika para ilmuwan mempelajari sifat realitas pada skala yang semakin kecil, sesuatu yang aneh mulai terjadi: Semakin dalam kita memasuki realitas, semakin tampak melarut dari pandangan. Pencarian akan partikel materi yang terkecil malah menghasilkan paket-paket energy yang kecil, jelas tetapi elusive, yang oleh para fisikawan disebut “kuanta”.
Terobosan Einstein berujung pada: Segala sesuatu adalah Energi. Sebuah batu, sebuah planet, segelas air, tangan Anda, segala sesuatu yang bias Anda sentuh, cicip, atau cium –semuanya terbuat dari molekul-molekul, yang terbuat dari atom-atom, yang terbuat dari proton, electron, dan neutron, yang terbuat dari bukan apa-apa kecuali paket-paket energy yang bergetar.
Di sinlah fisika kuantum bersilangan dengan apa yang saya temukan dalam kotak karton saya. Apa yang ditemukan para fisikawan berkaitan dengan bagaimana Anda akan menciptakan hidup impian Anda dengan membangun bisnis impian Anda. Karena sekali kita tahu bahwa segala sesuatu adalah energy –tidak ada perbedaan mutlak antara materi dan energi- batas antara dunia fisik dan dunia pikiran kita juga mulai menghilang.
MEMBACA PIKIRAN TUHAN
Dalam beberapa decade setelahh teori relativitas milik Einstein, fisika kuantum yang baru mulai mengungkapkan beberapa hal yang sangat aneh. Paket-paket energy yang sangat kecil, yang dikenal sebagai kuanta menunjukkan bebeapa perilaku yang ganjil, termasuk kemampuan saling mempengaruhi yang tidak bias dijelaskan, sebuah sifat yang disebut “Ketertautan”.
Dalam bukunya “Science and the Akashic Field”, fisikawan Ervin Laszlo menjelaskan sederet percobaan yang dilakukan ahli penguji kebohongan, Cleve Backster. Backster mengambil beberapa sel darah putih dari mulut subjeknya dan membiakkannya dalam tabung uji. Kemudian ia memindahkan biakan itu ke lokasi yang jauh, lebih dari sebelas kilometer jauhnya. Ia memasang alat penguji kebohongan pada biakan, kemudian melakukan sederet percobaan pada subjeknya.
Pada salah satu percobaanya, ia menunjukkan kepada subjeknya sebuah program televise yang menggambarkan serangan Jepang ke Pearl Harbor pada tahun 1941. Pria ini adalah mantan penembak angkatan laut ynag benar-benar pernah berada di Pearl Harbor selama serangan itu. Ketika wajah seorang penembak angkatan laut muncul di layar, wajah pria itu memperlihatkan sebuah reaksi emosinal- dan saat itu juga, jarum penguji kebohongan yang berlokasi lebih dari sebelas kilometer itu melonjak, persis sebagaimana jarum itu akan melonjak jika dipasang pada pria itu sendiri, bukan pada tabung uji dari biakan sel-sel darah putihnya.
Percobaan-percobaan berikutnya dilkukan dengan mengubah situasi dan menambah jarak sampai lusinan bahkan ratusan kilometer, dengan hasil menakjubkan yang sama.
Bagaimana hal ini mungkin terjadi Dalam bahasa fisika kuantum, partikel-partikel tubuh penembak ini masih berhubungan atau “bertautan” satu sama lain, dan terlepas seberapa jauh ruang yang memisahkan mereka, mereka akan terus saling mempengaruhi. Malah sebenarnya, tampaknya efek ini terjadi pada kecepatan yang lebih cepat daripada kecepatan cahaya, dan ini melanggar salah satu hukum dasar Einstein.
Para ilmuwan menyebut kapasitas hubungan yang instan ini sebagai “nonlokalitas”. Einstein mempunyai sebuah istilah yang tidak terlalu teknis untuk hal ini. Ia menyebutnya “Aksi yang menyeramkan di kejauhan”.
Lalu apakah kekuatan ini? Mungkinkah kekuatan ini adalah sesuatu yang lebih mendasar dari pada energy ? yang kita cari adalah sebuah kekuatan utama ynag bias menyatukan segala jenis energy yang kita kenal. Pencarian akan sebuah persamaan matematika tunggal yang bias bertanggung jawab untuk perilaku semua daya yang dikenal di semesta –sebuah teori dasar yang menyatukan, “teori segala hal” / “theory of everything”- telah menjadi pencarian “cawan suci” ilmu pengetahuan. Beberapa ahli astrofisika yang terkemuka, seperti Stephen Hawking, mengatakan bahwa ketika kita bisa menemukan teori segala hal ini, kita akan mengetahui pikiran Tuhan (dalam metafora)
PENEMUAN YANG SANGAT ANEH: PIKIRAN MEMPENGARUHI MATERI
Selama dua puluh tahun karya radikal Einstein, terjadi sebuah revolusi lain dalam pandangan dunia, yang sama revolusionernya dengan karya Einstein. Ini dimulai dengan adanya pionir terdahulu dunia kuantum, seorang fisikawan Denmark, Niels Bohr, dan muridnya, Werner Heisenberg.
Bohr dan Heisenberg mempelajari perilaku yang mebingungkan dari partikel-partikel subatom dan mengenali bahwa sekali Anda memandang ke kedalaman inti atom, “partikel-partikel yang tidak terbagi” ini sama sekali tidak mirip dengan minatur tata surya yang teratur, yang terdiri atas bola-bola biliar yang kita duga, tetapi sesuatu yang jauh lebih berantakan. Partikel-partikel ini mirip dengna paket-paket kecil dari kemungkinan (probabilitas)
Setiap partikel subatom tampaknya bukan hadir sebagai “benda/thing” yang padat dan stabil, tetapi sebagi potensi segala jenis kemungkinan dirinya. Prinsip ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa mustahil mengukur semua sifat sebuah partikel subatom sekaligus. Misalnya jika anda mencatat informasi tentang lokasi sebuah proton, anda tidak dapat memastikan kecepatannya atau arah luncurnya. Sebaliknya, jika anda bisa menemukan kecepataannya, Anda tidak bisa menemukan lokasinya.
Karya Bohr dan Heisenberg memunculkan pengertian bahwa di tingkat yang paling mendasar, materi fisik belum menjadi apa pun. Menurut pengertian baru ini, pada skala subatom, realitas bukan terbuat dari substansi yang padat, tetapi dari medan-medan potensialitas –mirip kumpulan sketsa atau gagasan kemungkinan suatu benda daripada benda itu sendiri. Sebuah partikel akan mengambil karakter sebuah “benda” material (dalam istilah para ilmuwan: sifat-sifat benda akan runtuh ke dalam satu keadaan tunggal) hanya ketika partikel itu diukur atau diamati.
Hal yang sungguh aneh itu adalah : penemuan bahwa tindakan pengamatan mempengaruhi perilaku partikel-partikel ini.
Setiap kali para ilmuwan mencari sebuah electron, sebuah electron akan muncul, tepat di tempat mereka mengharapkannya. Tidak menjadi masalah apakah seorang yang melakukan pengamatan itu adalah seorang ilmuwan atau supir bus. Malah sebenarnya, yang lebih aneh lagi, tidak lama kemudian ditemukan bahwa sekedar “niat” untuk mengukur partikel-partikel, bahkan tanpa melaksankan tindak pengukuran itu sendiri, tetap akan mempengaruhi partikel-partikel itu!
Tiba-tiba subjektivitas –tindak kesadaran atas sepotong “materi” – menjadi unsure esensial dalam sifat realtas.
MEDAN TITIK NOL
Ketika para ilmuwan melanjutkan penjelajahan mereka pada skala yang teramat kecil, akhirnya mereka menemukan diri memandangi sesuatu yang sungguh-sungguh membingungkan. Mereka menyebutnya medan titik nol (ZPF = zero point field), karena di tingkat yang paling kecil, rupanya hadir sejenis daya, bahkan pada suhu nol mutlak ketika semua bentuk energy yang kita kenal melenyap.
Di medan inilah hubungan instan ketertautan –fenomena aksi di kejauhan yang disebut menyeramkan oleh Einstein- mulai bias dipahami. Di sini di bawah tingkat energy itu sendiri, hadir sesuatu yang lebih besar lagi. Di tingkat ini, medan ini sudah bukan “energi” lagi, juga bukan sebuah ruang kosong. Para fisikawan menyadari bahwa medan ini paling tepat disebut sebagai sebuah medan informasi.
Dengan kata lain, samudera tunggal tempat energy muncul adalah sebuah lautan kesadaran murni. Dari lautan inilah materi muncul dalam lokalitas yang berkelompok di sana-sini. Sementara terbuat dari kesadaran, Materi dan Energi hanyalah dua bentuk yang diambil dari kesadaran.
Ervin Laszlo menyebut medan yang melandasi dan menghubungkan segala sesuatu ini sebagai medan A, sebagai penghormatan kepada konsep Veda kuno tentang catatan Akasha, suatu gudang nonfisik semua pengetahuan di semesta, termasuk semua pengalaman manusia. Psikolog Carl Jung menyebutnya “akal bawah sadar kolektif”. Teilhard de Chardin menyebutnya “noosphere (lingkungan akal)”. Rupert Sheldrake menyebutnya “medan morfogenetik”. Secara intuisi, kehadiran medan ini sudah dirasakan sejak ribuan tahun dan di sepanjang sejarah manusia medan ini telah disebut dengan banyak istilah serta penggambaran. Hanya pada beberapa decade terakhirlah ilmu pengetahuan bisa menjelaskan apa yang selama ini sudah kita rasakan, tetapi tidak pernah bisa menjelaskannya secara utuh.
Laszlo brekata “Orang purba tahu bahwa ruang tidaklah kosong; ruang adalah asal mula dan ingatan segala sesuatu yang ada dan pernah ada… [pemahaman ini] sekarang ditemukan kembali di garis depan ilmu pengetahuan [dan mulai menjadi] pilar utama gambar ilmu pengetahuan dunia pada abad kedua puluh satu. Ini akan sangat mengubah konsep tentang diri kita sendiri dan dunia”.
Sebenarnya, pemahaman ini telah sangat mengubah gambaran kita tentang diri kita sendiri dan dunia.